Takengon diberkahi kesuburan tanah tempat kopi arabika terbaik di dunia tumbuh subur dan menjadi komoditi yang tak ternilai harganya.
JELAJAH KOPI DI TAKENGON – Kopi Gayo adalah sebuah nama yang langsung terlintas di kepala saya saat seseorang menyebutkan Kota Takengon di Aceh Tengah. Selain Kopi Gayo, saya tak tahu apalagi yang ada di Kota Takengon. Saya tak berekspektasi apa-apa tentang kota ini selain tentang kopi arabika dengan rasa dan aroma juara.
Akhir April kemarin saya berkesempatan mengunjungi Takengon. Tentu bertepatan dengan panen raya yang memang berlangsung dari Maret hingga Mei. Antusiasme saya memuncak tak terkendali. Bagaimana tidak, untuk pertama kalinya saya melihat langsung proses kopi dari mulai buah kopi hingga dipetik. Kesempatan ini saya pergunakan baik-baik untuk memelajari awal mula bagaimana ‘sang biji surga’ diproses oleh para petani. Bertemu petani-petani kopi yang mengontribusikan hidupnya pada kopi dan bermain ke ladang kopi yang tumbuh subur.
Bersama beberapa orang teman saya melewati 12 jam perjalanan darat yang rutenya cukup membuat pusing. Maklum, Takengon adalah sebuah dataran tinggi yang untuk mencapainya harus melewati banyak sekali belokan dan liku yang sedikit mengocok perut. Tetapi semua aral rintangan tersebut rasanya terbayar saat mobil kamu sampai di sebuah puncak. Di sana mobil kamu berhenti dan dari atas tampaklah seluruh Kota Takengon yang dipeluk mesra Danau Lut Tawar. Hijau sepanjang mata memandang. Sungguh sebuah pagi yang istimewa.
Mampir ke Kedai Kopi di Takengon
Memasuki Kota Takengon kami melihat banyak sekali di kiri kanan jalan biji-biji dijemur di atas tikar. Sepanjang jalan kota ini dipenuhi penjemuran kopi yang meluber sampai ke jalan. Orang-orang sibuk dengan kopi mereka. Ada yang menjemur, ada yang memilah-milih biji terbaik dan ada pula yang berlalu lalang membawa biji kopi. Sungguh terasa sekali suasana panen raya di kota ini.
Takengon kotanya tak terlalu besar namun asri dan tenang. Di sepanjang jalan banyak sekali pabrik dan kilang kopi. Tentu saja karena bisnis terbesar di sini memang bergelut tentang kopi. Tak hanya kilang dan pabrik, di Takengon juga banyak sekali kedai kopi kecil yang secara mengejutkan memiliki roaster machine sendiri. Coffee shop di Takengon meskipun kecil tapi memiliki roaster machine di kedainya. Meskipun dengan interior sederhana, café di sini menyajikan kopi yang tak kalah dengan yang ada di kota besar. Tentu saja, karena mereka menggunakan biji arabika terbaik yang dihasilkan langsung dari buminya. Dan yang paling penting harga secangkir kopi di sini sangat ekonomis. Secangkir black coffee dibandrol 8 ribu rupiah. Jangan tanya soal rasa karena sungguh luar biasa.
Baca Juga : https://kopigayoasli.com/jelajah-kopi-di-takengon/
Saya sendiri sempat mencoba beberapa coffee shop yang menjadi rekomendasi banyak orang. Horas Café, ARB Coffee dan Kopi Tiam Fang Weng Sen adalah sedikit dari beberapa kedai kopi rekomendasi saya. Salah satu pemilik café berkata kalau di Takengon mulai berkembang manual brew method. Orang-orang sudah mulai mengerti bahwa minum kopi bisa disajikan dengan banyak metode. Tak sekedar ‘ditubruk’ seperti budaya orang-orang di sini. Perkembangan dunia kopi ternyata telah sampai di Takengon. Masyarakatnya kini tak hanya menjadi penghasil kopi dan mengeskpornya, tetapi juga mulai mengerti menikmati kopi dengan beragam cara. Ah, saya ikut bahagia dengan perkembangan kopi di sini.
Main ke Kebun Kopi
Apalah arti datang ke Takengon saat panen raya tanpa melipir ke kebun kopi? Dan saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Berbekal relasi dari seorang teman, saya akhirnya berhasil main ke kebun kopi. Sebelumnya saya menghubungi Pak Abdullah, seorang pebisnis kopi yang juga memiliki kedai kopi bernama Kopi Tiam Wang Feng Sen. Sebelum ke kebun kopi saya dan teman-teman mampir dulu ke kedai kopi Pak Abdullah. Kedai kopinya tak terlalu besar, tetapi ada Toper roaster machine yang duduk manis di sana. Namanya juga Takengon, kedai kopi sudah pasti ada roaster machine-nya ya. Setelah ngobrol dan menikmati kopi, Pak Abdullah bersedia menemani kami main ke kebun kopi milik temannya. Hore!
Masih di Kecamatan Pegasing, tak jauh dari kedai kopi milik Pak Abdullah sampailah kami di kebun kopi. Sayang ternyata kopinya banyak yang sudah dipanen. Hanya beberapa buah kopi yang terlihat bergelantungan di dahan pohon kopi. Meski begitu tak sedikitpun menurunkan semangat saya untuk melihat-lihat dan bercengkrama dengan pohon kopi yang hijau dan rapat. Saya juga sempat mencicipi buah kopi yang ternyata rasanya sangat manis. Pantas luwak suka makan buah kopi ya? Rasanya saja manis begini.
Di sini saya baru tahu kalau buah kopi yang boleh dipetik adalah buah kopi yang sudah merah. Warna merah pada buah kopi menandakan buah kopi itu matang dan bisa dipetik. Kebun yang saya kunjungi ini ternyata adalah kebun kopi longberry Gayo arabika. Biji kopi yang dihasilkannya berbeda dengan kopi arabika biasa. Bijinya panjang-panjang dan lonjong. Sedangkan di kebun sebelah menghasilkan kopi arabika Gayo biasa. Kedua kebun kopi ini sebenarnya bersebelahan, tapi dengan ajaib menghasilkan dua jenis kopi yang berbeda.
Setelah puas main ke kebun kopi saya juga mampir ke salah satu rumah petani kopi. Di sana saya melihat proses giling basah (wet process). Tak lupa juga membawa beberapa kilogram green bean untuk oleh-oleh. Tak hanya ke kebun kopi, saya juga mengunjungi kilang kopi yang berkat seorang teman berhasil saya masuki.
Di Kilang Kopi Aman Kuba saya melihat para pekerjanya memilih biji-biji terbaik secara manual. Mereka memilih satu per satu biji terbaik dan membuang biji yang rusak. Wah saya tak menyangka prosesnya bakalan sedetail ini. Di Kilang Kopi AMan Kuba saya melihat kopi dijemur di sebuah ruangan luas. Takjub sekali. Namanya juga main ke tempat kopi, pastilah sempat mencicipi secangkir kopi yang baru saja di-roasting dan menyempatkan diri ngobrol-ngobrol dengan pemiliknya, Pak Ikrar.
Lima hari saya habiskan untuk mengekplorasi Takengon dengan maksimal. Mulai dari kopi hingga pemandangan alamnya yang luar biasa indahnya. Bagi kamu yang ingin melakukan wisata kopi seperti saya, silakan datang pada April-Mei atau Oktober-November. Karena pada bulan-bulan tersebut di Takengon sedang berlangsung panen raya yang seluruh penjuru kotanya akan beraroma kopi. Tak percaya? Silakan datang dan nikmati tiap cangkir kenikmatan salah satu kopi ternikmat di dunia: Kopi Gayo Arabika.